Dalam masalah ini, Imam Malik, Abu Hanifah, asy-Syafii berpendirian bahwa wudhu' merupakan syarat memegang mushaf. Kelompok Ahli Zhahir berpendapat bahawa wudhu’ bukan merupakan syarat memegang mushaf.
Antara sebab perselisihan pendapat di antara mereka adalah pemahaman terhadap firman Allah:
. . . tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan . . . (al-Waqi'ah, 56:79).
Ayat di atas dapat dipahami bahwa maksud lafaz al-mutathahharun (orang-orang yang disucikan) adalah manusia atau malaikat, Di samping itu, kalimat khabariyah di dalam ayat di atas, apakah boleh diartikan sebagai nahi (larangan atau bukan)
Fuqaha' yang berpendirian bahwa al-muthahharun adalah semua manusia. Disamping memahami ka limat khabariyah itu sebagai nahi, tentu akan berpendapat bahawa orang yang dibolehkan memegang mushhaf hanyalah orang yang suci.
Fuqaha' yang berpendapat bahwa kalimat khabariyah itu merupakan kalimat khabariyah biasa, di samping kata al-muthaharun itu diartikan sebagai Malaikat, tentu mereka katakan bahawa di dalam ayat di atas tidak disebutkan dalil yang menunjukan syarat thaharah untuk memegang mushhaf. Jika tidak terdapat dalil (al-Qur'an maupun as-Sunnah yang shahih) maka hukumnya kembali kepada bara'ah ashliyah (kebolehan).
Di dalam usaha memperkuatkan pendiriannya, jumhur mengemukakan alasan hadits Amr bin Hazm sebagai berikut:
Bahwa Nabi saw. menulis, "Tidak menyentuh al-Qur'an ke-cuali orang yang suci.
Juga menggunakan hadits-hadits Amr bin Hazm yang lainnya, yang masih diperdebatkan mengenai penggunaannya. Sebab, hadits-hadits mengenai masalah ini sudah banyak mengalami mushahhaf (berbagai perubahan). Dalam masalah ini, saya memerhatikan bahwa Ibnu '1-Mufawwaz menilainya sebagai hadits shahih, dengan syarat diriwayatkan oleh orang-orang kepercayaan. Sebab, hadits tersebut memuat tulisan Nabi saw.
Mereka juga beralasan dengan hadits Amr bin Syu'aib dari ayahnya dari datuknya, yang dalam hal ini kelompok Ahli Zhahir menolaknya. Sedang Imam Malik membolehkan memegang (menyentuh) mushhaf tanpa thaharah (ini bagi anak-anak), disebabkan mereka belum termasuk mukallaf
Selasa, 29 Julai 2008
Perlukah berwudhu’ untuk Menyentuh Al-Qur’an
Created by MarzukiLabels: hukum
Subscribe to:
Catat Ulasan (Atom)
0 comments:
Catat Ulasan