Sabtu, 29 Januari 2011

kewajipan makmum dalam solat berjamaah



Shalat berjamaah adalah shalat yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama dan salah seorang di antaranya berada di hadapan atau imam untuk diikuti oleh yang lain atau makmum. Shalat yang demikian itulah yang disebut dengan shalat berjamaah.

Dari definisi singkat itu langsung dapat kita maklumi bahwa bahwa kewajiban makmum ialah mengikuti imam dalam segala gerak, bacaan dan sebagainya.

Paling kurang ada tujuh hal yang merupakan kewajiban makmum dalam shalat berjamaah, yaitu:

1. Berniat mengikuti imam. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw Sesungguhnya semua amal itu hanyalah dengan niat (HSR. Bukhari)

2. Mengikuti imam dalam segala pekerjaannya. Makmum bertakbiratul ihram sesudah imam bertakbir. Begitu juga permulaan segala perbuatan makmum hendaklah terkemudian dari yang dilakukan olem imamnya. Hal ini berdasarkan sejumlah penjelasan dari Rasulullah saw sendiri, antara lain: Sesungguhnya imam itu dijadikan pemimpin supaya diikuti perbuatannya. Apabila ia sudah bertakbir, hendaklah kamu bertakbir dan apabila ia ruku’ hendaklah kamu ruku’ pula (HSR Bukahri dan Muslim); Sabdanya lagi: Sesungguhnya imam itu gunanya untuk diikuti perbuatannya. Maka apabila ia takbir hendaklah kamu takbir dan janganlahkamu takbir sebelum ia takbir. Apabila ia ruku’ hendaklah kamu rukuk dan janganlah kamu rukuk sebelum ia rukuk. Apabila ia sujud hendaklah kamu sujud dan janganlah kamu sujud sebelum ia sujud (HSR Abu Daud dan Ahmad). Rasulullah saw berpesan benar agar makmum tidak mendahului imam, melalui sabdanya: Apakah seseorang diantara kamu tidak takut apabila ia mengangkat kepalanya mendahului imam, Allah swt akan mengubah kepalanya menjadi kepala keledai (HSR Bukhari, Muslim dll) dan Rasul memperjelas lagi masalah ini dengan sabdanya: “Wahai manusia! Sesungguhnya saya ini adalah imam bagimu, maka janganlah kamu mendahului aku waktu rukuk, waktu sujud, waktu berdiri, waktu duduk dan waktu salam,” (HSR.Muslim dan Ahmad)


3. Mengetahui gerak-gerik perbuatan imam, seperti dari berdiri ke rukuk; dari rukuk ke i’tidal, dari i’tidal ke sujud dan seterusnya baik dengan melihat imam sendiri ataupun dengan melihat shaf di belakang imam atau dengan mendengar suaranya ataupun suara muballighnya, bila dalam shalat berjamaah itu diadakan muballigh.

4. Tempat berdiri imam tidak boleh lebih depan dari imam ke arah kiblat. Bagi orang yang shalat berdiri diukur tumitnya dan bagi yang duduk maka yang jadi pengukurnya adalah pinggulnya. Kalau makmum hanya seorang maka ia berdiri di sebelah kanan imam agak sedikit kebelakang dan apabila datang orang lain hendaklah ia bediri di sebelah kiri imam. Setelah ia takbir, hendaknya imam maju ke depan atau kedua makmum itu mundur ke belakang dan merapatkan shaf. Dasarnya antara lain adalah hadits dari Jabir as, beliau berkata: “Saya shalat berimam kepada Nabi saw. Saya berdiri di sebelah kanan agak belakang beliau, lalu datanglah Jabir bin Sakhrin dan berdiri di sebelah kiri beliau, maka beliau mengambil tangan kami berdua sehingga beliau dirikan kami di belakang beliau,” (HSR. Muslim).

Kalau makmum terdiri dari beberapa shaf, maka diaturlah: Di belakang imam adalah shaf laki-laki dewasa, kemudian shaf anak laki laki, lalu anak perempuan, kemudianbaru shaf perempuan dewasa. Nabi saw pernah mengatur shaf laki-laki dewasa di depan shaf kanak kanak dan shaf perempuan di belakang shaf kanak (HSR.Muslim); Tentang keutamaan shaf-shaf itu, Rasulullah bersabda: “Sebaik-baik shaf laki laki dewasa ialah shaf yang pertama dan seburuk buruknya adalah shaf yang di belakang sekali. Sebaik-baik shaf perempuan ialah shaf yang di belakang sekali dan se buruk-buruknya ialah yang pertama,” (HSR. Muslim). Makmum juga harus meluruskan shaf, sesuai dengan sabda Nabi saw: “Rapatkan dan luruskanlah shaf kamu (HSR.Muslim). Juga makmum harus merapatkan barisan, sesuai dengan sabda Nabi saw: Penuhilah jarak yang kosong di antara kamu, karena sesungguh nya setan dapat masuk diantara kamu sebagai anak kambing,” (HSR. Ahmad)

5. Aturan shalat makmum harus sama dengan shalat imam. Maksudnya; tidak shah shalat fardhu lima waktu mengikuti shalat gerhana atau shalat jenazah, karena kaifiyatnya berbeda. Tidak ada halangan kalau kaifiyat ataunya sama seperti shalat witir dengan tarawih dan semisalnya.

6. Makmum laki-laki tidak shah mengikuti imam perempuan. Makmum laki laki hanya dibenarkan mengikuti imam laki laki. Makmum perempuan dapat mengikuti imam perempuan dan juga imam laki laki.

7. Makmum tidak dibenarkan mengikuti imam yang diketahui tidak shah shalatnya, misalnya beriman kepada orang diketahui bukan Islam atau muslim tapi diketahui sedang berhadats besar.

Demikianlah beberapa kewajiban yang harus diperhatikan makmum dalam shalat berjamah. Shalat berjamaah yang disebutkan Rasulullah saw sebagai shalat yang 27 kali lebih baik dari shalat sendirian. Apabila kewjiban itu tidak terpenuhi maka shalatnya adalah shalat sendirian atau tidak berjamaah.

Bagi pembaca yang ingin mendalami masalah ini lebih jauh, dapat merujuk kepada semua kitab fiqh dalam kupasan tentang shalat berjamaah; misalnya: Hasyiah Qalyubi wa ‘Umairah, Jilid.1, halaman 228-247; Asy-Syarwani ‘alat Tuhfah, Jilid 2, halaman 328-370; dan Al-Fiqhusy Syafi’iel Muyassar, jilid. 1, halaman 330-340.

Demikian, Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.

* Prof. Dr. Tgk. H. Muslim Ibrahim, MA adalah Ketua Umum MPU Aceh

0 comments: